Rabu, 23 Februari 2011

Penebangan liar

Pembalakan liar atau penebangan liar (bahasa Inggris: illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat.
Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber tepercaya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara Balkan.

Menurut konsep manajemen hutan sebetulnya penebangan adalah salah satu rantai kegiatan yaitu memanen proses biologis dan ekosistem yang telah terakumulasi selama daur hidupnya. Penebangan sangat diharapkan atau jadi tujuan, tetapi harus dicapai dengan rencana dan dampak negatif seminimal mungkin (reduced impact logging). Penebangan dapat dilakukan oleh siapa saja asal mengikuti kriteria pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management), tetapi kegiatan penebangan liar (illegal logging) bukan dalam kerangka konsep manajemen hutan.
Penebangan liar dapat didefinisikan sebagai tindakan menebang kayu dengan melanggar peraturan kehutanan. Tindakan ini adalah sebuah kejahatan yang mencakup kegiatan seperti menebang kayu di area yang dilindungi, area konservasi dan taman nasional, serta menebang kayu tanpa ijin yang tepat di hutan-hutan produksi.

Mengangkut dan memperdagangkan kayu illegal dan produk kayu illegal juga dianggap sebagai kejahatan kehutanan. Dimana kayu yang dianggap legal adalah kayu yang bersumber dari :

• HPH (konsesi untuk kayu di hutan produksi dengan ijin dari Dephut);

• HTI di hutan produksi (ijin konsesi hutan tanaman oleh Dephut);

• IPK HTI dengan stok tebangan < 20 m³ (ijin tebangan oleh Pemprov mewakili pemerintah pusat);

• IPK Kebun (ijin tebangan oleh Pemprov mewakili pemerintah pusat);

• Hutan rakyat (di luar kawasan hutan);

• Ijin Bupati untuk pelaksanaan penebangan di luar batas kawasan hutan, untuk industri dan/atau masyarakat adat;

• Hutan kemasyarakatan (HKm) (ijin hutan rakyat di hutan produksi di keluarkan oleh Dephut);

• HPH kecil (ijin 5000 ha kayu hutan alam berlaku untuk 25 tahun, dikeluarkan oleh Bupati antara 27 Januari 1999 dan 8 Juni 2002) jika potensi kayunya masih ada;

• KDTI (dikeluarkan oleh Dephut kepada Masyarakat Adat Pesisir, Krui, Lampung Barat);

• Konsesi Kopermas yang disahkan oleh Menteri Kehutanan dan atau dikeluarkan antara 27 Januari 1999 dan 8 Juni 2002;

• Impor yang sah;

• Lelang yang sah (Petunjuk yang jelas harus disusun untuk mengidentifikasi pelelangan yang sah, untuk menghindari permainan pengesahan kayu ilegal).
Sedangkan kayu yang ilegal adalah kayunya berasal dari :

• Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung;

• Ijin Bupati di dalam kawasan hutan (misalnya IPKTM, HPHH, IPPK) yang diterbitkan setelah 8 Juni 2002;

• IPK HTI dengan stok tebangan >20m3;

• Konsensi Kopermas yang dikeluarkan oleh Pemrerintah Daerah setelah Desember 2004.

AKTOR DAN POLA ILLEGAL LOGGING

Banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan illegal logging, jika pelakunya hanya masyarakat sekitar hutan yang miskin tentu saja tindakan ini dengan mudahnya dapat dihentikan oleh aparat kepolisian. Dari hasil identifikasi aktor pelaku illegal logging, terdapat 6 (enam) aktor utama, yaitu :

1) Cukong

Cukong yaitu pemilik modal yang membiayai kegiatan penebangan liar dan yang memperoleh keuntungan besar dari hasil penebangan liar. Di beberapa daerah dilaporkan bahwa para cukong terdiri dari : anggota MPR, anggota DPR, pejabat pemerintah (termasuk para pensiunan pejabat), para pengusaha kehutanan, Oknum TNI dan POLRI.

2) Sebagian masyarakat

Khususnya yang tinggal di sekitar kawasan hutan maupun yang didatangkan, sebagai pelaku penebangan liar (penebang, penyarad, pengangkut kayu curian)

3) Sebagian pemilik pabrik pengolahan kayu (industri perkayuan), skala besar, sedang dan kecil : sebagai pembeli kayu curian (penadah)

4) Oknum pegawai pemerintah (khususnya dari instansi kehutanan) yang melakukan KKN ; memanipulasi dokumen SAKB (SKSHH) ; tidak melaksanakan tugas pemeriksaan sebagaimana mestinya

5) Oknum penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, TNI) yang bisa dibeli dengan uang sehingga para aktor pelaku penebangan liar, khususnya para cukong dan penadah kayu curian dapat terus lolos (dengan mudah) dari hukuman (praktek KKN). Oknum TNI dan POLRI turut terlibat, termasuk ada yang mengawal pengangkutan kayu curian di jalan-jalan kabupaten/propinsi

6) Pengusaha asing : penyelundupan kayu hasil curian ke Malaysia, Cina, dll.


Perkembangan dalam menghadapi masalah lingkungan hidup pada sektor kehutanan yaitu penebangan liar atau dikenal dengan illegal logging. Selama dekade terakhir ini semakin banyak terjadi penebangan liar (iIlegal logging), bila dibiarkan akan menimbulkan kemorosatan lingkungan hidup yang berlangsung terus-menerus pada akhirnya membawa implikasi pada kerugian ekonomi yang luar biasa parah disektor kehutanan.
Brow (1993) menegaskan bahwa kerugian ekonomi pada rusaknya ligkungan hidup yang paling menonjol adalah penggundulan liar (Ilegal logging), sedang menurut Sptephe Deveni dari Forest law Enforcemen Governance and trade (FLEGT) mengatakan bahwa illegal logging adalah penyebab utama kerusakan hutan di Indonesia dan menjadi masalah serius di dunia.
Penebangan liar (Illegal logging) telah menimbulkan masalah multidimensi yang berhubungan dengan aspek ekonomi, sosial , budaya lingkungan.

Hal ini merupakan konskwensi logis dari fungsi hutan yang pada hakekatnya adalah sebuah ekosistem yang di dalamnya mengandung fungsi dasar, yaitu fungsi produksi (ekonomi), fungsi lingkungan (ekologi), serta fungsi sosial.
Dilihat dari aspek sosial, penebangan liar (illegal logging) menimbulkan konflik seperti konflik hak atas tanah, konflik kewenangan mengelola hutan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta masyarakat setempat. Aspek budaya kegantungan masyarkat terhadap hutan, penghormatan terhadap hutan yang masih dianggap nilai magic juga ikut terpangaruh oleh praktek-praktek illegal logging yang pada akhirnya merubah perspektip dan prilaku masyarakat adat setempat terhadap hutan.

Dampak kerusakan ekologi (lingkungan) akibat penebangan liar (illegal logging) bagi lingkungan dan hutan adalah bencana alam, kerusakan flora dan fauna dan punahnya spesias langka. Prinsip pelestraian hutan sebagaiman di indikasikan oleh ketiga fungsi pokok tersebut, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu pemanfatan dan pelastarian sumber daya hutan perlu dilakukan melalui suatu sistem pengelolaan yang dapat menjaga serta meningkatkan fungsi dan perananya bagi kepentingan generasi masa kini maupun generasi dimasa yang mendatang.

Banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi aktivitas illegal logging. Yang terbaru dengan dikeluarkan Surat edaran Nomor 01 Tahun 2008 tentang petunjuk Penanganan Perkara Tindak pidana Kehutanan dan sebelumnya Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Indonesia merupakan payung hukum dalam pemberantasan penebangan liar (illegal logging) yang diharapakan kelangsungan hutan di Indonesia dapat terselamatkan dan hal sampai keakar-akarnya.

Namun demikian illegal logging semakin marak dan hutan semakin mengalami tingkat kerusakan yang mengkwatirkan, termasuk di Kaltim. Perspektip pengelolahan hutan Indonesia, semuanya bermuara pada maraknya kegiatan penebangan tanpa izin, penebangan liar (illegal logging) yang berdampak negatif terhadap fungsi lindung terhadap konservasi hutan.
Beberapa kebijakan pemerintah di bidang kehutanan baik secara nasional maupun internasional dalam rangka penanggulangan kejahatan penebangan liar (Illegal logging) dikeluarkan sejak tahun 2001 tentang pemberantasan Penebangan Kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredarannya si seluruh wilayah Indonesia.





Referensi :

1. Indonesia-UK Tropical Forestry Management Programme (1999) Illegal Logging in Indonesia. ITFMP Report No. EC/99/03
2. Greenpeace (2003) Partners in Crime: A Greenpeace investigation of the links between the UK and Indonesia’s timber barons. See http://www.saveordelete.com
3. Environmental Investigation Agency and Telepak (2004) Profiting from Plunder: How Malaysia Smuggles Endangered Wood.
4. WWF International (2002) The Timber Footprint of the G8 and China
5. http://hukum.kompasiana.com/2010/06/23/dimensi-penebangan-liar/
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Pembalakan_liar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar